TRADISI TIMBANG KEPALA KERBAU
Adat Timbang Kepala Kerbau (Kebo) pada
dasarnya dikenal di Pangkalan Balai Ibukota Kabupaten Banyuasin dan
daerah-daerah sekitarnya. Adat ini sudah bertahan sejak berpuluh-puluh tahun
bahkan ratusantahun lalu dari nenek moyang penduduk asli Banyuasin, yaitu suatu
adat menimbang kepala kerbau yang sudah disembelih dengan pasangan pengantin
dalam sebuah acara ada yang digelar dit kampung-kampung.
Adat ini dilakukan
karena orang tua pengantin dahulu ketika anaknya masih kecil mempunyai nazar
(janji kepada Allah yang wajib dibayar) atau dalam bahasa Banyuasin disebut
Sangi. Sangi biasanya diucapkan pada saat anaknya masih
kecil. Orang tuanya berjanji akan menyembelih kerbau (kebo) dan kepalanya akan
ditimbang dengan anaknya pada saat nanti si anak sudah mendapatkan jodoh. Sangi
itu muncul dari hati biasanya karena orang tua sulit mendapatkan anak. Saat
belum punya anak itulah dia bermohon pada Allah Yang Maha Kuasa, jika nanti dia
dikarunia keturunan akan melakukan adat Timbang Kepala Kebo. Niat penyembelihan
hewan untuk membayar Sangi ini bisa saja dengan hewan yang lain seperti
kepala kambing atau kepala sapi, tetapi nama adat ini tetap disebut Timbang
Kepala Kebo.
Niat sangi dibayar jika anaknya
tumbuh besar menjadi anak yang soleh, pintar mengaji dan sekolah sampai kuliah
serta sukses mendapat pekerjaan yang baik. Sangi dibayar pada saat anak
tadi akan menikah dengan janji dilakukan upacara TImbang Kepala Kebo. Acaranya
dilaksanakan pada saat acara perayaan pernikahan dengan acara adat tersendiri.
Karena ada Sangi seperti itu, maka orang tua membayar nazarnya
tersebut. Para orang tua di Kabupaten Banyuasin sekarang semakin senang
melakukan adat istiadat ini sehingga adat Timbang Palak Kebo terus lestari.
Perlengkapan yang disiapkan untuk
pelaksanaan Timbang Kepala Kerbau ini adalah:
- Timbangan, dahulu terbuat dari kayu sekarang dari besi.
- Kepala kerbau, yang sudah disembelih sebelum acara timbang kepala kerbau. Kepala kerbau kadang diganti dengan kepala kambing atau kepala sapi karena niat orang tuanya ingin menimbang anaknya dengan kepala kambing atau sapi, tetapi acara adatnya tetap disebut Timbang Kepala Kerbau.
- Beras kunyit atau beras yang sudah direndam dengan kunyit diparut.
- Kain panjang tujuh helai untuk dilewati pengantin saat menuju tempat acara adat Timbang Kepala Kerbau.
Berbagai macam hasil pertanian yang
digantungkan dekat acara adat ini seperti rempah- rempah, padi, kelapa tumbuh,
kunyit, serai, nenas, ketupat, dan lainlainnya yang ditampilkan di atas
timbangan sebagai simbol filosofi doa orang tua agar anaknya yang saat itu jadi
pengantin ini akan memperoleh rezeki yang banyak dan halalal toyiban (yang
halal dan baik). Dahulu, kepala kerbau, yang digunakan
untuk Timbangan, setelah kerbau disembelih, langsung diadakan acara timbangan
dengan calon pengantin pada hari itu juga. Namun sekarang karena kepala kerbau
bisa disimpan dalam box besar dan diberi berpuluh-puluh es batu bahkan sampai
ratusan kilogram es batu, maka ucapara adat ini bias dilakukan beberapa hari
kemudian setelah dilakukan penyembelihan kerbau, sapi, atau kambing yang dinazarkan. Umumnya
pelaksanaannya disamakan dengan acara resepsi (perayaan) pernikahan dengan
tujuan daging kerbau yang disembelih bisa dimasak untuk disantap oleh undangan
perayaan resepsi pernikahan.
Pengantin dalam acara adat ini betul-betul
ditimbang dengan kepala kerbau dengan timbangan yang tersedia atau dibuat oleh
sesepuh adat setempat. Tidak ada yang mengetahui siapa pertama kali atau sejak
kapan kebiasaan ini diterapkan di Pangkalan Balai, Kabupaten Banyuasin, namun
adat ini terus dilestarikan masyarakat dan diperkirakan sudah berlangsung dalam
kehidupan masyarakat Banyuasin puluhan bahkan ratusan tahun silam.
Para petugas yang terlibat dalam
pelaksanaan upacara adat Timbang Palak Kebo yang dipandu oleh para pemangku dan
sesepuh adat Kabupaten Banyuasin ini adalah:
- Orang tua pengantin.
- Pengantin yang dibayar nazar timbang kepala kerbau.
- Ibu-ibu bertugas menghamburkan beras kunyit ke atas kepala pengantin yaitu sebelah kiri 7 orang dan sebelah kanan 7 orang saat pengantin berjalan di atas kain tujuh helai.
- Ulama yang akan membacakan doa.
- Pembaca syair dan pantun yang langsung menjadi pembawa acara adat tersebut.
- Tentunya disaksikan, sanak keluarga, para undangan serta masyarakat Banyuasin pada umumnya.
Tata laksana Timbang Palak Kebo biasanya
dimasukkan dalam acara resepsi pernikahan setelah akad nikah (ijab kabul)
selesai. Setelah kepala kerbau, timbangan, beras kunyit dan petugas pelaksana
adat istiadat ini siap, pengantin yang diniatkan bersama pasangannya digiring
orang tuanya menuju tempat prosesi adat upacara Timbang Kepala Kebo. Tempat
upacara adat Timbang Kepala Kebo ini kalau dulu wajib dilakukan di Balai
Panjang, di Pangkalan Balai (sejenis balai pertemuan). Saat digiring orang
tuanya menuju tempat upacara adat ini petugas pembaca syair membacakan syair
pantun seperti ini:
pegi keutaaan ngambik
la buluuuhh
buluh dibuuuat bedengkar sanjiii
penganten di timbaaaang kepala kebooo
ebak embiknyo mbeyer laa sangiii.
buluh dibuuuat bedengkar sanjiii
penganten di timbaaaang kepala kebooo
ebak embiknyo mbeyer laa sangiii.
Sebelum pengantin sampai di ayunan untuk
ditimbang, penganten disuruh berjalan menuju timbangan melewati tujuh helai
kain yang di pasang di lantai. Saat itu pembawa syair membacakan dua kalimah syahadat dan mendoakan agar anak yang
ditimbang kepala kerbau ini berakhlak mulia, berperilaku baik dan menjadi anak
yang soleh. Contoh syairnya begini:
La illa
ha illaloooh, Muhammad da rosulullloh
beperahu
ke Tanjung Putuuus,
ngambik
la kumpai makanan sapi,
anak
kami paling laa baguuuus,
hari
ini mbayar laa sangiii,
Lai
illa ha illalooh Muhammad da rosululloh
(seluruh hadirin ikuti syair ini)
Sesampainya dekat timbangan, pengantin
yang diniatkan orang tuanya untuk ditimbang, lebih dulu naik untuk ditimbang.
Kemudian dia diayun oleh orang tuanya dari belakang, sebagai simbol anak harus
menyadari betapa orang tua sangat sayang kepadanya sejak kecil hingga
dihantarkan sampai ke pelaminan atau menikah. Ia dituntut tetap patuh dan tidak
melawan kepada orang tua, menyayangi serta selalu mendoakan orang tuameskipun
nanti sudah meninggal dunia. Saat diayun orang tuanya dengan timbangan kepala
kerbau itu pembaca syair juga membacakan pantun yang berbunyi:
pegi ke kalangan hari rebu,
rebu memberi makanan burung serindit
penganten timbang kepala kebo
berhambur beras kunyit
(sesepuh adat yang dipercaya lalu
menghamburkan beras kunyit ke atas kepala pengantin)
Kemudian dibacakan pantun lagi yang
berbunyi:
beras makanan burung serindit
dimakan cacing di tanah
pengantin sudah ditebar beras kunyit
Pemandu adat membaca doa (langsung pemangku
adat membacakan doa biasanya sampai dua kali doa) untuk pengantin. Setelah itu
anak yang ditimbang kepala kebo (bersama suami/istrinya) harus sujud kepada
kedua orang tuanya.
Kemudian kedua orang tua disuruh duduk
berjejer, lalu pengantin wajib menyalami kepada kedua orang tua dan mertuanya,
sambil menyampaikan ucapan terima kasih telah dibesarkan dan diberi kasih
sayang dan selalu diperhatikan oleh orang tua. Suasana seperti ini biasanya
diwarnai isak tangis orang tua maupun pengantin bahkan undangan yang hadir juga
ikut terharu menangis).
Orang tua kemudian menggiring pengantin
yang melewati (memijak) kain tujuh helai sampai ke panggung pelaminan.
Sepanjang jalan melewati kain tujuh helai itu sebagai tanda telah selesai
melakukan prosesi Timbang Kepala Kebo lantunan syair-syair nasihat lainnya
dibacakan terus oleh pembawa acara baru kemudian orang tua menyerahkan
pengantin kepada panitia resepsi pernikahan di panggung pelaminan guna diadakan
perayaan acara resepsi pernikahan layaknya acara nasional pada umumnya (***)
Komentar
Posting Komentar